Author: Opi Anggoro
•12:54:00 AM
ingat lagu nuansa bening-nya vidi aldiano?
jika saat mendengarnya kau masih bisa tersenyum, berarti kau masih mengingatku.
apa kabar?
kudengar kau diterima di salah satu perusahaan besar saat aku berulang tahun kemarin.
selamat....
apa mimpimu selanjutnya?
masihkah kau buat target-target untuk tahun-tahun ke depan seperti dulu?
seperti dulu?dulu itu seperti apa?
seperti saat tanpa sengaja mendengar lagunya vidi lalu kita tertawa?
saat lagu itu berputar lalu kau bilang 'ah, lagu kita'
seperti itu?
tidak..aku tak ingin seperti itu.
cukup kau tersenyum saat mendengar lagu itu dan mengingatku sejenak.
jika itu tak menyakitimu....

Author: Opi Anggoro
•9:37:00 PM
entah kenapa akhir-akhir ini aku merindukanmu lebih
tapi aku lantas teringat kata-katamu 4 tahun yang lalu
"Tuhan belum memberi kita jalan"
Tuhan? siapa yang kau maksud Tuhan?
Tuhanmu? atau Tuhanku?
ah...sejatinya Tuhan itu sama saja.
hanya kita yang menyebutnya dengan cara berbeda
bolehkan aku sedikit berharap untuk bertemu denganmu sebentar di kota ini?
untuk sekedar mengucap 'hai, apa kabar dengan mimpimu?'
walau aku sudah tau apa jawabannya tapi aku tetap ingin mendengar langsung darimu
apa kau masih seantusias dulu saat bercerita tentang mimpi dan masa depan?
apa kau masih sepintar saat terakhir kita bertemu?
apa kau masih kau yang dulu?
mungkin...kita bukan orang yang sama lagi
mungkin...hati kita juga tidak sama lagi
dan mungkin...memang benar sejak awal kita tak pernah berada di jalan yang sama




ps : jika memang kita tak bisa lagi bersua, ingatlah pernah ada aku di hidupmu walau hanya sesaat. :)


Author: Opi Anggoro
•7:46:00 PM

Dalam kesendirian, kian lama kurasakan kebenaran sebuah ungkapan lama
Betapa nilai seseorang sangat terasa justru ketika dia tiada
Dan ketiadaanmu memberi petunjuk yang amat nyata
Betapa rapuh jiwaku dalam kesendirian
Dan betapa utuh dalam kebersamaan denganmu
Hanya ada satu kata yang mampu mengungkap semuanya
Yaitu cinta...
Namun, ada satu hutang yang selama ini belum terbayarkan
Kurasa sudah tiba saatnya aku bercerita
Betapa dengan cinta itu aku justru menjauh darimu


*Lando untuk Kalin-Ungu Violet*
Dia
Author: Opi Anggoro
•10:12:00 AM
dulu, saat seluruh manusia di sekelilingku menjadi alien hanya dia yang bertahan
saat seluruh dunia menjauh, dia yang selalu ada di sisiku
saat aku merasa kecil, dia yang membesarkan
saat aku terpuruk dan jatuh, dia yang membantuku berdiri
saat aku butuh teman bicara, dia selalu ada untuk mendengarkan
saat aku butuh nasehat, ia selalu berikan
dan sekarang...saat ia membutuhkanku bagaimana mungkin aku meninggalkannya?
Author: Opi Anggoro
•11:52:00 AM
aku memutuskan berjalan keluar
bukan karena aku menemukan tempat lain yang lebih nyaman
bukan itu...
aku hanya merasa tak memberikan kontribusi apapun saat berada di lingkarannya
memang berat rasanya saat kaki ini melangkah keluar
apalagi langkah-langkah selanjutnya
terpikir ingin kembali tapi...
ah sudahlah...
mungkin lebih baik begini
ada atau tak ada aku, tak akan berpengaruh pada lingkarannya
masih terasa berat
aku belum terbiasa
dan sekarang...
salahkah jika aku merindukannya?

Author: Opi Anggoro
•9:21:00 PM
Ibu, aku ingin bercerita...
ini adalah kelanjutan kisah yang kuceritakan kemarin
kisah seorang pengembara yang terhenti di persimpangan
Ibu, sang pengembara akhirnya telah memilih
ia sudah memutuskan untuk memilih di antara persimpangan itu
sang pengembara butuh waktu lama untuk berpikir, Ibu
ia berkali-kali bertanya pada pengembara lain yang ia temui
tapi tak ada yang memberinya jawaban yang ia inginkan
tapi kini Ibu, sang pengembara telah melangkah kembali
ia memantapkan hatinya dan berjalan
ia percaya jika memang ini jalan harus ia ambil
Ibu, doakan sang pengembara
doakan ia, Ibu
ia masih terlalu muda untuk melangkah sendirian
Ibu, dia hanyalah seorang pengembara
 
Author: Opi Anggoro
•5:31:00 PM
pernahkah kau berada di persimpangan?
di antara dua jalan yang tak tahu mana yang harus kau pilih
aku berada di persimpangan
langkahku terhenti
aku ragu untuk melangkah dan memilih jalan mana yang harus kulalui
dan memang hanya aku yang bisa memutuskannya
Author: Opi Anggoro
•4:13:00 PM
Tak pernah ada yang tahu
Tidak kamu
Tidak dia
Tidak juga mereka
Faktanya, kalian tidak mengerti
Sedangkan aku ingin dimengerti
Aku hanya tak mau tersakiti
Semua sudah berubah
Kamu yang merubahnya
Aku tak bisa sama lagi
Aku sudah berusaha
Tapi...
Aku tak bisa...
Author: Opi Anggoro
•9:44:00 AM
Ia dinamakan lumpur alasan
Dan aku masih terjebak di dalamnya
Dengan berbagai alasan yang mengerubutiku
Aku ingin keluar
Tolong aku...



Author: Opi Anggoro
•9:11:00 AM
Apa yang akan kau lakukan jika bisa memutar waktu dan kembali ke masa lalu?
Memperbaiki kesalahan?
Melakukan hal-hal yang belum sempat kau lakukan di masa lalu?
Atau menghabiskan waktu dengan orang yang akan meninggalkanmu di masa depan?
Tapi sekuat apapun, semua itu tidaklah mungkin
Masa lalu tak akan bisa diulang
Waktu tak akan bisa berhenti dan diputar kembali
Tak ada tombol pause ataupun delete di kehidupan ini
Semua berjalan, berputar melajukan arus kehidupan
Yang bisa dilakukan kita sebagai manusia hanya mencoba bersahabat dengannya
Ada yang bilang padaku, "janganlah hidup di masa lalu hiduplah untuk hari ini dan masa depan"
Tapi tanpa masa lalu, bagaimana kita bisa menghadapi hari ini dan masa depan?
Ah ya, daun yang telah gugur tak akan bisa kembali ke rantingnya lagi
Yang harus dilakukan ranting itu hanyalah berusaha menumbuhkan daun-daun muda baru agar tetap hidup


=]


Author: Opi Anggoro
•3:41:00 PM
aku berdiri di tepi pantai
kupandang langit biru yang perlahan menjadi orange
awan-awan yang berarak perlahan
ombak yang dengan cepatnya kembali ke laut tapi kemudian kembali ke pantai lagi
kugenggam botol berisi kertas terlipat yang kusumbat erat
kunamakan ia 'botol harapan'
satu...dua...tiga...
kulempar botol itu jauh-jauh ke tengah laut
kuhembuskan napasku
kulengkungkan senyumku
aku berdoa, semoga 'botol harapan' itu berlabuh di pantaimu
jadi kau bisa membuka dan membaca apa yang tertulis di dalamnya
itulah kalimat harapanku
kalimat yang tak mampu kuucapkan
hanya bisa kutuliskan
sudah ya...
aku pulang...
percayalah, ombak tak pernah meninggalkan pantainya.




:))
Author: Opi Anggoro
•12:01:00 AM
ketika semua terasa berat
semua terasa absurd dan membosankan.
tak ada tujuan dan alasan
stagnan...
untuk apa?
sampai kapan?
kubertanya pada hati
ia bilang, lanjutkan
tapi...aku lelah
musim gugur kembali datang
dengan angin dinginnya yang membuat hidung memerah
ooh...daun-daun oranye kecoklatan itu menyapa
langit yang memutih ingin bernostalgia
musim gugur yang menenangkan
sekaligus mencengkeram
ah...ini belum berakhir
daun-daun yang berguguran akan berganti dengan yang baru
bunga-bunga akan segera mengembang
tunas-tunas bermunculan
hei musim semi...
kemari...
kau yang kali ini kunanti





=]





Author: Opi Anggoro
•9:49:00 PM
Terkadang sempat terpikir, untuk apa semua ini? Ketika usaha yang telah dilakukan tak ada penghargaan sama sekali. Untuk apa? Benarkah tak ada pekerjaan yang sia-sia? Benarkah sabar itu membuahkan hasil? Benarkah senyum akan membawa kebahagiaan? Dan benarkah benarkah yang lain akan bermunculan lagi...

Ketika aku merasa jatuh dimana posisiku jauh dari tempatku harusnya bersandar, aku harus bagaimana? Haruskah aku berteriak memanggil penyandarku mendekat? Ataukah kubiarkan diriku terjatuh dan menunggu dengan harap agar penyandar akan tersadar dan menopangku berdiri?




Author: Opi Anggoro
•8:54:00 AM
Hal yang paling kutakutkan di dunia ini bukanlah serangan meteor-meteor luar angkasa ke bumi, bukan pula mutasi bunga Hibiscus hingga menjadi berwarna pelangi. Bagiku yang paling mengerikan dari dunia ini adalah perubahan dari penghuninya. Dunia berubah, waktu berubah, aktivitas berubah, rutinitas berubah, orang juga berubah. Manusia-manusia di sekitarku perlahan-lahan berubah menjadi alien. :(
Bukan alien yang akan menghancurkan bumi beserta seluruh isinya, tapi alien yang tak lagi kukenali. Alien yang bahkan tak berasal dari planet lain.
Feel alone....itulah efek dari perubahan alien itu padaku. Just feel, bukan sebenarnya pastinya...karena secara kasat mata aku tak sendiri.
Entahlah...
Hanya bisa berdoa semoga alien-alien itu segera kembali menjadi manusia. Karena, aku lelah berkomunikasi dengan alien yang tak kutahu bahasa dan maksud ucapannya.



Author: Opi Anggoro
•6:00:00 PM
Senja yang mengabu...
Udara yang tak berbayu...
Biarkan saja...
Nikmati apa yang ada
Ambil hikmahnya
Ada makna di setiap lembarnya
Biarkan senja bercerita
Biarkan ia berbicara
Karena dunia tak selamanya membara...







*sepotong senja di Jogja*
Author: Opi Anggoro
•9:50:00 AM
Ayo kita mulai menulis kisah.
Tak perlu muluk-muluk memikirkan akhir dari kisah ini.
Kita mulai saja dari lembar pertama.
Tak perlu menggunakan tinta warna-warni untuk mengawalinya,
pakai saja tinta hitam yang halus dan terbaca.
Seiring berjalannya waktu, lembar-lembar berikutnya akan terisi dengan tinta warna-warni tanpa kita sadari.
Bahkan, kita boleh menambahkan gambar pelangi dan senja.
Tulis saja dengan perlahan...
Lembar demi lembar...
Tak usah pikirkan bagaimana lembar terakhir yang akan menutupnya.
Tak usah juga kita hitung berapa lembar yang telah kita tulis.
Pikirkan saja bagaimana membuat tiap lembarnya berwarna dan berbeda.
Karena aku percaya akhir dari kisah ini sudah tertulis oleh tangan Tuhan dengan apik.



:)
Author: Opi Anggoro
•6:31:00 PM
Kapan terakhir kali kita memeluk Ayah kita? Menatap wajahnya, lantas bilang kita sunguh-sungguh sayang padanya? Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkerama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang sungguh bangga padanya?

Paragraf di atas adalah sepenggal dari novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Bang Tere Liye.



Ya, novel ini memang bercerita tentang Ayah. Membaca novel ini benar-benar membutuhkan keberanian besar bagiku. Bukan apa, aku hanya tak siap dengan jalan ceritanya mengingat tulisan-tulisan Bang Tere Liye sebelum-sebelumnya sukses membuatku terhanyut. Apalagi novel ini bercerita tentang Ayah, butuh keberanian dan air mata lebih jika membacanya.
Ayah, aku terbiasanya memanggilnya dengan Bapak. Bapak buatku bukanlah sekedar seorang ayah. Beliau adalah penasehatku, hakimku, dan guruku, bahkan terkadang menjadi tempat sampahku. Bapak sering menasehati banyak hal saat kami berbincang-bincang berdua. "Jadilah orang yang berprinsip dan punya tekad" kalimat itu yang selalu kuingat dan menjadi pedoman hidupku sampai saat ini. Kalimat itulah yang beliau ucapkan beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Jogja dulu.
Bapakku selalu sederhana, sederhana yang membuatnya luar biasa. :D

Novel ini... akhirnya aku punya keberanian untuk membacanya. Air mata sudah kupersiapkan saat aku mulai membuka halaman pertamanya. Aku terhanyut, sosok Ayah dan Ibu di novel ini sangat sempurna, keren. Tapi sampai setengah novel kulahap, air mata yang telah kupersiapkan tak jua keluar. Jalan cerita masih bisa kuikuti tanpanya.
Dan akhirnya menjelang bab-bab terakhir novel, banjir air mata melanda. Ceritanya benar-benar menyentuh, baru kali ini aku membaca novel sampai sebegitu banjirnya. Rekor novel yang kubaca banjir air mata adalah Negeri 5 Menara, aku tersentuh dengan semangat di novel itu. Tapi novel ini...Bang Tere Liye benar-benar daebak.
Sampai akhirnya kuputuskan menutup novel ini tanpa membaca endingnya terlebih dahulu. Aku ingat kalimat yang ada di belakang novel ini :

Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba di halaman terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.

Karena kalimat itulah, kuputuskan untuk menunda membaca bagian akhir novel ini. Aku ingin saat membacanya nanti aku sedang berada di samping Bapak, sehingga aku bisa langsung memeluk dan menggenggam tangannya.

Bapakku bukanlah sosok yang sempurna, ia jauh dari kata itu. Ia juga tak pernah mencoba untuk menjadi sempurna. Bapakku apa adanya dengan kesederhanaannya, itulah yang membuatnya menjadi sempurna di mataku.





Teruntukmu ayah paling sempurna di seluruh dunia, Nirgo Yuswanto. :*





With love,


Opi Anggoro (pembangkang nomer satu-mu :p)

Author: Opi Anggoro
•7:50:00 AM
cahaya pagi yang muncul malu-malu
mengintip di balik awan yang kelabu
tetes-tetes embun yang berjatuhan
entah sejak kapan ia muncul di permukaan
tak ada yang pernah tahu kapan embun kan datang
ia hanya terlihat saat sudah menggenang
dan kemudian menetes...hilang bercampur dengan tanah
embun pagi yang suci
embun pagi yang penuh arti
embun pagi yang tak pernah kumengerti
ah, sudahlah
untuk apa memikirkan embun pagi
toh embun pagi atau sisa tetesan hujan semalam
tak ada yang peduli